Minggu, 21 November 2010

Sistem Politik Indonesia

Sistem Politik Indonesia
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari system social . Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.
A. Suprastruktur dan Infrastruktur Politik di Indonesia
1. Pengertian sistem Politik di Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
politik adalah emua lembaga-lembaga negara yang tersbut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
B. Perbedaan sistem politik di berbagai Negara
1. Pengertian sistem politik
a. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
b. Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
c. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
SISTEM POLITIK menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng
2. Macam-macam Sistem Politik
3. Sistem Politik Di Berbagai Negara
a. Sistem Politik Di Negara Komunis :
Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat
b. Sistem Politik Di Negara Liberal :
Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok; pembatasan kekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum; pertukaran gagasan yang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas
c. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia :
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Perwakilan
7. Sistem peemrintahan presidensiil

Minggu, 18 April 2010

Sosialisme - Nasionalis

Perjuangan Soekarno dan Nasib Bangsa Kita


Sebuah pepatah mengatakan bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati Pahlawannya". Makna ungkapan tersebut memberikan pengertian kepada kita sebagai generasi penerus bangsa, agar memahami perjuangan bangsanya pada masa lalu sehingga kita dapat belajar dari pengalaman para pendahulu kita dalam usahanya melahirkan Negara Republik Indonesia.

Soekarno, salah seorang pejuang yang telah memberikan kontribusi besar kepada bangsa Indonesia ini. Ia tidak hanya seorang pahlawan melainkan juga seorang negarawan dan guru bangsa bagi Indonesia, baik dalam pemikiran maupun tindakan.

Orang yang dilahirkan dengan nama Kusno Sostrodiharjo ini adalah Presiden Indonesia pertama sekaligus Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Anak dari pasangan Ida Ayu Nyoman Rai Sarimben dan Raden Soekemi Sosrodiharjo ini dilahirkan di kota Surabaya pada tanggal 6 Juni tahun 1901. Soekarno dilahirkan disaat fajar mulai menyingsing sehingga Soekemi menganggap anaknya sebagai “sang fajar” yang dilahirkan dalam abad Revolusi Kemanusiaan.

Pada tahun 1908, Soekarno menjalani Sekolah Dasarnya di HIS yang kemudian pindah ke Sekolah Eropa atau Europesche Lagere School (ELS) di kota Mojokerto pada tahun 1911, yang kemudian diselesaikan pada tahun 1916.

Memasuki usia 14 tahun, seorang teman bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajaknya tinggal di Surabaya. Ayahnya sudah lama mengharapkan anak lelakinya itu tinggal di rumah temannya, yang merupakan seorang pemimpin politik Jawa yang sangat penting saat itu. Tjokroaminoto adalah seorang Nasionalis Indonesia dan seorang pimpinan Sarekat Islam. Seorang tokoh dengan cita-citanya yang tinggi dan sangat mencintai tanah airnya. Maka pada tahun 1916, Soekarno tinggal bersama teman ayahnya tersebut dan masuk sekolah Menengah atau Hogere Burgere school (HBS) di Surabaya.

Setelah menamatkan sekolahnya di HBS pada tahun 1921, putra bangsa ini melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi atau Technische Hooge School (THS) di Kota Bandung, yang kini kita kenal dengan nama ITB (Institut Teknik Bandung) dari tahun 1921-1926. Walaupun sebagian besar dari pendidikan yang Soekarno peroleh merupakan pendidikan barat akan tetapi orang tuanya tidak mengharapkan anaknya menjadi kebarat-baratan (Adam, 1966:42)

Sejarah Perjuangan Politik Soekarno

Tjokroaminoto yang seorang Nasionalis cukup mempengaruhi perhatian Soekarno terhadap perjuangan politik bangsa Indonesia. Dari sanalah Soekarno mulai berkenalan dengan paham Nasionalisme Indonesia yang telah berkembang di Indonesia sejak Boedi Oetomo.

Kesadaran Nasionalnya semakin tampak dengan bergabungnya ia dalam organisasi kaum muda. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusum dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij, sebuah organisasi yang pertama kali berani menuntut kemerdekaan Indonesia. Akhirnya setelah ia lulus dari THS pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikannya pada tanggal 4 Juli 1927 bersama teman-temannya Mr.Iskaq, Dr.Tjipto, M.Boediardjo dan Mr.Soenarjo.

Dalam kegiatan politiknya di PNI, Soekarno banyak mendapat intervensi dari Pemerintah Kolonial Belanda sampai akhirnya pada tanggal 29 Desember 1929 dilakukan penangkapan para pemimpin PNI karena dianggap menghasut, untuk menanamkan permusuhan dan pemberontakan terhadap pihak kolonial Belanda.

Pengadilan politik yang dilakukan penjajah Belanda terhadap Bung Karno dan teman-temannya, memunculkan pledoinya yang dikenal dengan nama “Indonesia Menggugat”, sebuah pidato pembelaan Soekarno yang menentang Imperialisme dan Kolonialisme yang dilakukan penjajah Belanda terhadap masyarakat kita selama berabad-abad. Sampai akhirnya ia dibebaskan pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. (Wikipedia)

Ajaran Bung Karno

Imperialisme Belanda telah “menyiksa” bangsa indonesia selama berabad-abad. Berbagai penindasan dan penganiayaan telah dirasakan, sampai di masa sekarang kita pun masih dijajah melalui sebuah Imperialisme modern dimana para penjajah itu berusaha mengeksploitasi sumber daya alam kita melalui berbagai macam cara. Sebuah eksploitasi yang dibingkai dengan “kedok” penanaman modal. Sampai kapan bangsa kita akan seperti ini? Apa kata para pendiri bangsa ini melihat bangsa yang telah mereka perjuangkan dengan keringat dan darah tetap menjadi bangsa terjajah?

Bung Karno telah mengenalkan kita pada sebuah semangat kebangsaan, suatu semangat untuk membangun negara, suatu semangat juang untuk membangun Indonesia. Itu lah yang harusnya kita pahami, kita pertahankan. Itu lah warisan bung Karno yang mesti kita bangkitkan kembali, semangatnya, idealismenya, cita-citanya.

Soekarno mengajarkan kita pada berbagai macam pemahamannya, salah satunya adalah Trisakti. Tidak salah apa yang diajarkan soekarno pada saat itu, jika melihat apa yang terjadi dengan bangsa kita sekarang yang tidak memiliki jati diri. Salah satu contohnya bisa kita lihat dengan apa yang ditayangkan oleh televisi. Jika kita melihat tayangan sinetron, apakah tercermin identitas bangsa kita, rasanya tidak. Ajaran Trisakti yang bung karno utarakan dimana bangsa kita harus memiliki identitas dan harus memilki kepribadian rasanya harus dibangun kembali, suatu konsekuensi bangsa yang tidak memiliki identitas, adalah selalu dipandang sebelah mata, selain berakibat ketergantungan.

Begitu pula dengan ajaran Marhaenisme, bung Karno menanamkan pemahaman suatu ekonomi kerakyatan atau Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) untuk membangun perekonomian kita. Dimana kita sebagai bangsa yang kaya akan alam harus membangun ekonomi secara mandiri sehingga kita tidak menjadi bergantung kepada bangsa lain yang memanfaatkan hal tersebut untuk mengeruk sumber daya alam kita. Kita jangan sampai terjebak dalam lingkaran imperialisme ataupun kolonialisme gaya baru.

Ekonomi kerakyatan bertujuan untuk memakmurkan rakyat. Sehingga jangan sampai rakyat yang menjadi korban dan terpinggirkan di negaranya sendiri. Namun pada kenyataannya saat ini kita semakin tesudutkan oleh para penanam modal asing itu. Sebagai contoh perusahaan Freeport di Papua, dengan perusahaan berkelas internasional itu tidak membuat rakyat di sana semakin makmur tetapi semakin terpinggirkan. Fenomena kecemburuan sosial terjadi disana karena mereka sebagai penduduk setempat tidak diberdayakan.

Oleh karena itu, kita sebagai penerus bangsa harus mulai menyadari akan fenomena yang terjadi di negeri ini. Tanamkanlah idealisme kebangsaan sedini mungkin, karena dengan idealisme lah kita memiliki semangat untuk membangun bangsa. Idealisme untuk memakmurkan rakyat. Jangan sampai kita menjual bangsa ini kepada bangsa lain. Kenali bangsamu, karena dari sanalah kita bangkit...

Sosialisme atau Kapitalisme

Dalam paham sosialisme sejak semula terdapat sebuah kerancuan. Di satu pihak sosialisme merupakan sebuah cita-cita moral tinggi yang sifatnya mutlak, yaitu: cita-cita tentang pola perekonomian yang non-eksploitatif, yang tidak ditentukan oleh kerakusan individual, melainkan oleh keprihatinan bersama; tentang sebuah masyarakat berlandaskan kesetiakawanan sejati. Di lain pihak, cita-cita tersebut dikaitkan pada sebuah konsep perekonomian empiris tertentu.

Sosialisme adalah kepercayaan bahwa sumber ketidakadilan sosial terletak dalam hak milik pribadi produktif. Kombinasi dua unsur itu, cita-cita etis dan kepercayaan empiris ekonomis, menghasilkan utopi sosialisme, harapan akan masyarakat tanpa eksploitasi. Akan tetapi suatu gerakan yang mengkaitkan cita-cita mutlak pada sebuah politik empiris mudah menjadi ideologis.

Misi historis sosialisme yang sebenarnya tidak terletak dalam menggantikan sistem ekonomi pasar dengan sistem ekonomi berdasarkan penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi. Sosialisme dalam arti ini justru tidak berhasil. Misi historis sosialisme bukanlah perealisasian utopinya, melainkan bahwa utopinya menjadi motivator dan penggerak ampuh perjuangan kelas buruh.

Perjuangan itu mematri kaum buruh menjadi sebuah kelas yang sadar akan kekuatannya. Selama lebih seratus tahun kelas buruh memperjuangkan hak-haknya di bawah panji sosialisme. Mereka berhasil menjadi salah satu sokoguru masyarakat-masyarakat industri maju di Barat dan merebut kedudukan yang kuat. Justru karena keberhasilan perjuangan kaum buruh, sosialisme sebagai ideologi penghapusan hak milik pribadi kehilangan relevansinya.

Masalah fundamental Sosialisme

Ada masalah yang lebih fundamental. Cita-cita sosialisme tidak lepas dari egalitarisme: sebagai lawan liberalisme. Sosialisme, mengutamakan kesamaan.
Prioritas kesamaan terhadap kebebebasan menjadi dilema sosialisme. Sebaliknya, tidak percuma bahwa revolusi Perancis menyebutkan kebebasan sebelum kesamaan dan bahwa John Rawls dalam teori keadilannya yang termasyhur menegaskan bahwa keadilan hanya dapat tercapai apabila kebebasan diberi prioritas.

Kesamaan bukan konsep natural, melainkan moral. Sebab secara alami manusia tidak sama. Berbeda dalam kekuatan fisik, intelektual, psikis, moral. Karenanya kesamaan alami atau riil hanya dapat dicapai dengan membatasi kebebasan. Dalam masyarakat yang bebas, pembatasan kebebasan demi kesetiakawanan bersama merupakan keharusan etis dan sosial. Tak ada hak atas kebebasan tanpa batas.

Tetapi karena kebebasan didahulukan, pembatasan kebebasan sendiri tidak tanpa batas, melainkan hanya kalau pembatasan itu dapat dipertanggungjawabkan. Jadi kalau kebebasan diprioritaskan, kesamaan tetap dapat diusahakan, karena kebebasan yang diprioritaskan itu memang terbatas dan dapat dibatasi.

Tetapi sebaliknya, kalau kesamaan didahulukan, kebebasan harus dihapus karena kebebasan dengan sendirinya condong mengembangkan perbedaan-perbedaan natural. Prioritas kesamaan dengan sendirinya menghasilkan masyarakat yang tidak bebas. Secara sederhana: karena manusia secara alami tidak sama, kesamaan hanya dapat tercapai melalui paksaan.

Kesimpulan ini menunjukkan ironi mendalam usaha yang mau memprioritaskan kesamaan: apabila kesamaan didahulukan, kesamaan niscaya juga meniadakan dirinya sendiri, karena kesamaan hanya dapat dicapai melalui paksaan. Tetapi paksaan mengandaikan adanya kelas atau kelompok orang yang memaksa.

Maka mendahulukan kesamaan terhadap kebebasan dengan sendirinya akan menghasilkan sebuah masyarakat yang terbagi dua: masyarakat yang sama, dan sebuah elit di atasnya yang mengawasi serta memaksakan kesamaan itu.
Justru itulah yang terjadi dalam semua masyarakat sosialis. Selalu terbentuk sebuah elit yang bertuan di atas masyarakat biasa, dimana elit itu menikmati berbagai privilese dan keistimewaan yang tidak jarang melampaui apa yang dapat dinikmati oleh kebanyakan anggota kelas-kelas atas di negara-negara non-sosialis.

Maka tak satupun dari negara-negara yang mencoba merealisasikan sosialisme berhasil mewujudkan demokrasi nyata, tak satupun di mana orang kecil tidak diobyekkan secara lebih buruk daripada dalam kebanyakan masyarakat liberal.

Kapitalisme moderen

Jika liberalisme telah menghilang sebagai kekuatan politik tersendiri, karena pokok-pokok perjuangannya yaitu: negara konstitusional, pengakuan hak-hak asasi manusia, dan demokrasi representatif berhasil digolkan. Sebaliknya sosialisme justru tidak berhasil menggolkan ideologinya. Ia berada dalam krisis karena ideologinya semakin tidak relevan lagi. Dua-duanya memenuhi misi mereka, maka sebagai gerakan tersendiri tidak relevan lagi.

Kalau misi historis liberalisme politik adalah perealisasian cita-citanya dalam struktur masyarakat moderen, maka misi historis sosialisme bukan penciptaan masyarakat sosialis, melainkan pendobrakan pola masyarakat borjuis kapitalis eksploitatif eliter.

Akan tetapi tidak berarti bahwa sosialisme gagal seluruhnya. Yang gagal bukan cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat yang tidak semata-mata dikuasai oleh kerakusan pemilik modal. Perjuangan di bawah panji-panji sosialisme berhasil membawa kelas buruh keluar dari ketergantungan dan penghisapan serta menancapkan dalam kesadaran moral politik masyarakat demokratis perwujudan kenegaraan wajib ditentukan oleh solidaritas.

Yang gagal adalah model perekonomian yang dipercayai sebagai jaminan satu-satunya pencapaian masyarakat non-eksploitatif itu: yaitu penghapusan milik pribadi atas alat-alat produksi. Lebih tepat lagi, yang gagal adalah ideologi sosialisme, bukan cita-cita etisnya. Hasil perjuangan sosialisme selama lebih seabad bukanlah negara sosialis, melainkan negara sosial. Sosialisme berhasil dimana ia tidak dicoba direalisasikan. Sosialisme justru berhasil karena ia membuat dirinya tidak diperlukan lagi.

Apakah lalu kita harus memilih kapitalisme, meskipun barangkali “dengan wajah yang manusiawi”. Pertanyaan tersebut tidak tepat. Karena mengandaikan bahwa semua jalan yang bukan sosialis, jadi yang mengakui inisiatif ekonomis masyarakat sendiri dan tidak mencoba mengabaikan mekanisme-mekanisme pasar, artinya mengakui menerima mekanisme pasar, adalah sama dengan kapitalisme.

Kapitalisme adalah struktur kekuasaan dimana pengambilan keputusan ekonomis secara eksklusif berada di tangan para pemilik modal dan diarahkan pada maksimalisasi untung, sedangkan negara tidak campur tangan di dalamnya.
Apakah kapitalisme murni pernah terlaksana atau tidak? Yang jelas selama 150 tahun perjuangan kaum buruh telah setapak-demi setapak menghasilkan secara reform perubahan-perubahan fundamental dalam struktur kekuasaan negara-negara industri maju.

Pertama: melalui serikat-serikat buruh, kaum buruh telah memperjuangkan kedudukan begitu kuat dalam proses produksi sehingga tidak mungkin lagi diambil keputusan ekonomis tanpa memperhitungkan mereka.

Kedua; tekanan kaum buruh menggantikan paham liberal dengan “negara sosial” yang semakin menjadi kenyataan di Eropa Barat. Negara sosial menyadari diri berkewajiban: membangun jaringan sosial yang melindungi segenap anggota masyarakat dari kemelaratan dan keterlantaran; menyediakan fasilitas-fasilitas umum seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan; melindungi kepentingan buruh dan kelompok-kelompok sosial lemah lainnya. Tugas itu dilaksanakan melalui perundangan sosial, perpajakan, tindakan moneter, pembatasan hak milik pribadi, investasi langsung, dan lain-lain.

Ketiga: negara sosial ditunjang oleh perwujudan demokrasi moderen yang secara nyata mengikutsertakan semua kelas sosial besar dalam penentuan kebijakan masyarakat sebagai keseluruhan.

Negara demokratis sosial ini secara struktural berbeda dari negara kapitalis, karena unsur pokok kapitalisme, eksklusivisme kekuasaan ekonomis di tangan para pemilik modal diatasi. Meskipun irama pasar tetap diikuti, tetapi term of trade pasar tidak ditentukan lagi secara sepihak oleh pemilik modal

SOSIALISME KERAKYATAN

Sosialisme kerakyatan adalah suatu sistem kehidupan rakyat yang
dilandasi oleh demokrasi, keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan
yang dibangun oleh rasa kebersamaan, kebebasan, kemanusiaan,
keterbukaan dan semangat persatuan. Walaupun sosialisme adalah gerakan
internasional, anti imperialis, tetapi tidak anti nasionalis.
Sosialisme dan nasionalisme mempunyai musuh yang sama, yaitu
kapitalisme liberal dan imperialisme. Kaum sosialis mempunyai
cita-cita kerakyatan untuk memudahkan dan mewujudkan dunia sosialisme.
Politik dan ekonomi haruslah sejalan.

Ideologi kerakyatan adalah ideologi yang memperjuangkan hak rakyat
untuk memberantas kemiskinan dan keterbelakangan, serta terbebas dari
ketakutan dan penindasan. Ekonomi kerakyatan merupakan sentral dari
ideologi kerakyatan untuk demokrasi, keadilan dan pemerataan serta
kebebasan dari kemiskinan dan ketertinggalan. Ekonomi kerakyatan
adalah suatu strategi untuk menghilangkan dampak negatif dari ekonomi
pasar yang terlalu mudah membuka peluang bagi terciptanya masyarakat
miskin dengan prakteknya yang eksploitatif.

Ekonomi kerakyatan mementingkan pembagian yang merata dalam kesempatan
berusaha. Penyebaran investasi secara horisontal dan vertikal dalam
segala usaha yang produktif dan efisien, akan menciptakan pondasi yang
kuat bagi keadilan dan pemerataan. Investasi ini meliputi bidang
barang dan jasa, termasuk bidang pendidikan, spiritual dan kebudayaan
yang didukung oleh penyebaran luas tenaga listerik, transportasi dan
komunikasi. Sistim ekonomi kerakyatan, bermaksud meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan bagi dirinya.
Yaitu peningkatan kemampuan masyarakat melalui pendidikan-pendidikan
keterampilan atau pelatihan di samping menyediakan alat-alat dan
fasilitas usaha untuk memungkinkan peningkatan kemampuan masyarakat
dalam memproduksi.

Ekonomi kerakyatan juga harus membangun industrialisasi secara
besar-besaran dengan mempergunakan teknologi mutakhir. Industri dasar
dan hulu sangat dibutuhkan sebagai pendukung industrialisasi di
desa-desa. Diperlukan industri yang menjamin produksi biaya rendah dan
mutu yang baik. Untuk itu diperlukan industri-industri skala besar
yang menggunakan teknologi modern. Penyebaran industri ke kecamatan
akan menciptakan pusat-pusat kegiatan di daerah pedesaan yang menjadi
daya serap bagi penduduk setempat. Pendidikan yang baik dan bermutu
tinggi sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi, politik, sosial,
akhlak, budaya, mental spiritual, kesehatan dan infrastruktur
(komunikasi dan transportasi).

Dalam bidang politik, ideologi kerakyatan menetapkan adanya demokrasi.
Demokrasi menghormati sepenuhnya hak asasi manusia, tanpa mengecilkan
arti kewajiban asasi manusia. TNI sebagai lembaga pertahanan negara
yang dicintai oleh rakyat tentunya diyakini berdiri dibelakang rakyat,
berperan penting untuk melindungi rakyat dan penyelenggara negara yang
selalu memihak pada rakyat..

Jumat, 16 April 2010

" Ekonomi dan Hukum dalam Islam "

Dalam hukum ekonomi konvensional pendekatan hukum berkaitan dengan penggunaan ilmu ekonomi, misalnya hukum pasar modal, perbankan, hukum anti persaingan (anti trust), pengaturan industri-industri, perpajakan dan masalah moneter. Pendekatan hukum melalui ekonomi ini lah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan sehingga menghasilkan hukum ekonomi.
Perkembangan ini dalam ekonomi konvensional terjadi sekitar tahun 1960 an, ketika analisis ekonomi terhadap hukum (The Economic Analysis of Law) masuk kedalam bidang hukum seperti properti, kontrak, kesalahan atau kerugian, hukum pidana dan hukum acaranya dan hukum tata negara.
Hal ini dikemukakan oleh Ronald H. Coase dalam tulisannya yang berjudul The Problem of Social Cost (1960) dan Guido Colabresi dalam tulisannya yang berjudul Some Thoughts On Risk Distribution and The Law of Torts (1961)
Analisa Ekonomi terhadap hukum (The Economic Analysis of Law) adalah suatu bidang ilmu interdispliner yang meliputi dua bidang ilmu yang luas dan juga pemahaman yang lebih dari keduanya. Ekonomi membantu kita untuk melihat hukum dari cara yang baru, salah satunya adalah sangat berguna bagi ahli hukum dan bagi siapa saja yang tertarik dalam persoalan kebijakan publik.
Ketika kita memusatkan perhatian bahwa apakah ekonomi dapat membawa sesuatu kepada hukum, kita juga sebaiknya menemukan bahwa hukum membawa sesuatu kepada ekonomi. Analisis ekonomi seringkali mengambil peran untuk dijaminkan pada lembaga hukum (legal institutions) seperti properti dan kontrak, dimana memberi dampak ekonomi.
Di dalam Islam pembahasan yang terkait dengan ekonomi juga menjadi bahasan yang menarik. Karena dalam tradisi keilmuan hukum Islam klasik (fiqh) juga ditemukan pembahasan hukum ekonomi yang bersumber dari sumber hukum yaitu al-Qur’an.[3]
Al-Qur’an sebagai kitab wahyu bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al-Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat dalam al-Qur’an dilengkapi dengan sunah melalui berbagai bentuk al-Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha dalam bentuk Ijma maupun Qiyas.
Untuk itu dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan bagaimana keterkaitan serta hubungan antara ekonomi dengan hukum dalam Islam yang diawali dengan pembahasan yang berkaitan dengan bagaimana ekonomi dalam berbagai perspektif serta sistem yang melandasinya?, kemudian penjelasan mengenai bagaimana keterkaitan antara aspek hukum dalam ekonomi Islam?, bagaimana keterkaitan antara aspek ekonomi dalam hukum Islam. Dan pentingnya regulasi hukum Islam terkait ekonomi menjadi hukum positif?
B. Ekonomi dalam berbagai perspektif serta sistem yang melandasinya
Kata “ekonomi” berasal dari bahasa yunani, yaitu “oicos” dan “nomos”. Oicos berarti rumah, dan nomos berarti aturan. Jadi, ekonomi ialah aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat (volkshuishounding) maupun dalam rumah tangga negara (staatshuishounding).
Pemikiran tentang ekonomi sudah lama menjadi wacana, namun ekonomi baru dalam tahap mematangkan diri menjadi disiplin ilmu yang mandiri. ekonomi menjadi satu disiplin ilmu setelah Adam Smith menulis An Inquiry into The nature an Causes of The Wealth of Nation tahun 1776. Sistem ekonomi Liberal Kapitalis ini diperkenalkan untuk menentang sistem ekonomi merkantilisme yang sangat menekankan campur tangan pemerintah dalam memajukan perekonomian. Adam Smith lebih menghendaki kegiatan ekonomi dibiarkan bergerak sendiri, yaitu dengan hukum dan logikanya sendiri. Semua diserahkan pada mekanisme pasar.
Dalam definisinya dijelaskan bahwa ekonomi adalah segala tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang tak terbatas dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. maksud definisi ini dapat diketahui bahwa pertama, tingkah laku manusia tersebut terfokus sebagai tingkah laku yang bersifat individual. Kedua, bahwa tingkah laku manusia itu bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) tetapi pada hakikatnya untuk memuaskan keinginan (wants) yang memang tak terbatas.
Definisi ini berkembang dari pemahaman yang diulas oleh ahli ekonomi konvensional. F.Y. Edgworth (1881) tokoh utama yang mengemukakan motif self interest (egoism) dari perilaku ekonomi manusia. Landasan nilai egoisme ini kemudian menjadi motif ekonomi yang menggunakan pendekatan rasional (rational choice). Landasan rasional ini sebenarnya menunjukkan konsistensi internal dari seorang individu dalam berperilaku. Dan dengan landasan inilah kemudian secara substansi ekonomi konvensional dibangun dan dikembangkan.
Setelah Adam Smith dengan kapitalnya muncul kemudian Karl Marx dengan karyanya Das Kapital. Melalui karya tersebut Karl Marx melakukan sanggahan dan kritik terhadap sistem kapitalis yang dianggap melahirkan adanya kesenjangan sosial dan menggiring manusia ke dalam rantai ketergantungan, perbudakan ekonomi dan keterasingan produk, kerja dan hidup itu sendiri. Dari sinilah kemudian Stalin merevisi ide Marx dengan membangun suatu monopoli industrial yang dipimpin organisasi birokrasi yang mempergunakan sentralisasi dan industrialisasi birokratis yang selanjutnya dikenal dengan Sosialisme. Dua sistem ekonomi inilah yang selanjutnya menjadi bahan diskusi dan kajian perkembangan ilmu ekonomi selanjutnya.
Upaya untuk mewujudkan kesempurnaan sistem ekonomi yang dijalankan kedua sistem tersebut telah dilakukan, namun sejarah telah mencatat kegagalan-kegagalan kedua sistem tersebut dalam mewujudkan keadilan ekonomi. Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa karakteristik dua sistem ekonomi; marxis dan kapitalis adalah dua titik ekstrim yang saling bertolak belakang di mana marxis menempatkan negara sebagai pengatur mutlak dalam perekonomian, ia membelenggu hak dan kebebasan individu dalam aktivitas ekonomi. Sementara kapitalis sebaliknya, kebebasan menjadi nafas dari ekonomi di mana keadaan ini memungkinkan terjadinya eksploitasi antar pelaku ekonomi. Atau bahkan bisa terjadi eksploitasi sistem terhadap subjek-subjek ekonomi akibat kesalahan-kesalahan internal yang ada pada sistem tersebut.[7]
Dari sinilah kemudian muncul beberapa tokoh ekonomi kontemporer di dunia muslim yang merekonstruksi dan merumuskan kembali ilmu ekonomi sebagai contoh misalnya terdapat S.M. Hasanuzzaman, M.A. Mannan, Khursid Ahmad, M.N. Siddiqi, M. Akram Khan, S.N. Haeder Naqvi, Louis Cantouri dan lain sebagainya. Dalam kesimpulannya Ali Sakti merumuskan pengertian ilmu ekonomi menurut Islam dengan kesimpulan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah. Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syari’at sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Dan dalam ekonomi Islam keduanya tersebut berjalan sesuai porsinya hingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiyyah. Sistem ekonomi islam mengakui kebebasan hak individu dalam ekonomi, bahkan melindunginya dari ketidakadilan dan kezaliman. Namun dalam interaksinya, prioritas utama terletak pada kepentingan kolektif dengan menggunakan kepentingan parameter syari’ah.
Berbeda halnya dengan sistem ekonomi selain Islam yang telah lebih dulu melakukan penelitiannya dan berhasil mempersembahkan kepada dunia sejumlah doktrin ekonomi yang berbeda seperti kapitalisme atau pun komunisme. Para cendekiawan (ekonom) Islam dihadapkan pada sistem ekonomi yang telah sempurna dan telah selesai pembentukannya. Mereka harus memahami aspek riilnya, menentukan kerangka umumnya, mengungkap aturan-aturan dasar pemikirannya (yang mengaturnya), sebisa mungkin mengatasi timbunan akumulasi waktu dan interval sejarah yang panjang, menyuguhkan karakteristik orisinalnya, secara intensif membenahi eksperimen-eksperimen terdahulu yang tidak dapat dipercaya guna menyelaraskan mereka dengan Islam serta membersihkan mereka dari kerangka berbagai budaya non Islami yang mengarahkan pemahaman terhadap segala sesuatu berdasarkan sifat dan kecenderungan-kecenderungan berpikir mereka.
Dari sini dapat dijelaskan, bahwa proses yang dijalani oleh ekonom Islam adalah proses penemuan (pencarian). Dan sebaliknya para cendikiawan yang menyokong doktrin kapitalisme dan sosialisme menjalani proses kreasi atau penciptaan (pembentukan).
Masing-masing proses ini, baik proses penemuan atau pun penciptaan, memiliki berbagai karakteristik dan kekhasannya masing-masing yang tercermin dalam penelitian yang dijalankan oleh para cendekiawan Islam maupun para cendekiawan Kapitalis dan Sosialis. Karakteristik dan kekhasan yang terpenting adalah penentuan tata laku prosedur dan generalisasinya.
Untuk menjelaskan pengaruh nilai dasar (doktrin ekonomi) dan pengaruhnya terhadap kebijakan serta sistem ekonomi yang dipakai, berikut bagan tentang Perbandingan sistem ekonomi islam dengan ekonomi kapitalis dan sosialis.



Perbandingan Sistem Ekonomi

Paham Ekonomi

Insentif

Kepemilikan
Mekanisme Informasi dan koordinasi
Pengambilan Keputusan
Kapitalisme
(pure capitalism)
Material
Mutlak Individual
Mekanisme Pasar
Desentralistik
Kapitalisme Negara (state capitalism)
Material & norma sosial
Individual atas pengawasan negara
Mekanisme pasar dan negara
Sentralistik dan Desentralistik
Kapitalisme campuran
(mixed capitalism)
Material dan norma sosial
Mutlak individual
Mekanisme pasar dan negara
Sentralistik dan Desentralistik
Sosialisme
(pure sosialism)
Norma sosial
Mutlak negara
Negara
Sentralistik
Pasar sosialisme (market sosialism)
Material dan norma sosial
Mutlak negara atau komonitas
Mekanisme pasar dan negara
Sentralistik

Islam
Maslahah (dunia & akhirat)
Individual, sosial dan negara atas dasar maslahah
Mekanisme pasar yang adil
Musyawarah berbasisi maslahah


C. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Islam
Setelah mengetahui sistem-sistem ekonomi yang berkembang dengan fondasi dasar atau nilai folosif dari masing-masing yang digunakan sebagai acuan, maka lebih khusus di sini akan dijelaskan aspek hukum (legal formal) dan nilai filosofis yang menjadi dasar bagi ekonomi Islam.
Hukum Islam (istilah Indonesia) merupakan istilah yang diambil dari penterjemahan bahasa arab: Syari’ah (hukum Allah) dan fiqh (pemahaman manusia mengenai hukum tersebut) ke dalam satu istilah.
Fiqh berbeda dengan syari’ah karena berupa interpretasi dari hukum Allah yang sesungguhnya. Syari’ah merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul-Nya berkaitan dengan pedoman semua aspek kehidupan manusia untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Ketentuan syari’at tersebut digali dari al-Qur’an dan sunnah nabi SAW.
Dan untuk mengimplementasikan syari’ah yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah tersebut maka diperlukan adanya upaya-upaya memahaminya secara mendalam yang kemudian diistilahkan dengan fiqh. Hukum Islam sebagai sinonim fiqih, merupakan norma-norma hukum hasil interpretasi dari syari’ah oleh para ulama’ (mujtahidin).
Karena sebagai hasil pengerahan kemampuan ijtihad para mujtahid. Maka konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah adanya beberapa aliran pemikiran atau madzhab mengenai hukum Islam. Karena itu pengertian hukum Islam tidak terbatas pada teks hukum seperti nash dalam al-Qur’an dan sunnah, tetapi juga mencakup hukum-hukum fiqh ijtihadi sebagai hasil pengembangan al-Qur’an dan Sunnah.
Maka dalam hukum Islam (fiqh). Sumber hukum yang diakui terdiri dari sumber yang mutlak kebenarannya dan sumber yang memungkinkan dilakukannya rekodifikasi yang mengikuti perkembangan zaman. Sumber mutlak terdiri dari Al-Qur’aan. Sunnah, Ijma’ (kesepakatan bersama para ulama dalam memutuskan suatu masalah) dan Qiyas (analogi terhadap masalah sumber hukum yang terdapat dalam al-Qur’an atau Sunnah). Sedangkan sumber yang masih dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat atau pun perbedaan dalam praktek antara lain adalah Istihsan, (pertimbangan kepentingan hukum), maslahah mursalah (pertimbangan kepentingan umum), Istishab (meneruskan hukum yang sudah berjalan sebelum munculnya hukum baru), dan ‘Urf (membiarkan tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’ah).
Terkait dengan ekonomi Islam, dalam bahasan fiqh dikenal dengan istilah fiqh muamalah, walaupun cakupan fiqh muamalah memiliki dimensi yang lebih luas namun di dalam fiqh muamalah tersebut dijelaskan tentang aktifitas ekonomi dan berbagai transaksi keuangan.
Dan lebih lanjut, untuk mengetahui keterkaitan antara hukum dan ekonomi dalam Islam dapat juga diketahui dengan pendekatan yang dipakai. Terdapat dua pendekatan yang saling mendukung dalam mengembangkan ekonomi Islam. Pertama pendekatan hukum. Yaitu pendekatan melalui hukum Islam atau fiqh yang berupaya mengevaluasi perilaku modern dalam istilah-istilah aturan hukum klasik, seperti yang dijelaskan di atas.
Pendekatan kedua dikenal dengan pendekatan ekonomi Islam itu sendiri. Pendekatan ini adalah pendekatan baru yang berupaya mengembangkan ekonomi alternatif bagi ekonomi barat konvensional yang bersumber dari ajaran Islam. Sebagian besar perhatian ekonomi Islam adalah pengembangan model ekonomi Islam makro, yang berbeda dengan fokus transaksional hukum Islam. Pakar ekonomi Islam biasanya menggali sumber hukum klasik untuk memperoleh sejumlah prinsip Islam fundamental: aturan-aturan hukum umum (seperti larangan bunga pinjaman), aturan-aturan moral umum (seperti penentangan terhadap tindak penipuan atau korupsi; persetujuan dengan pasar; perdagangan dan perniagaan), dan lembaga-lembaga hukum dasar (seperti amil zakat). Walaupun hukum dan ekonomi Islam bekerja melalui cara yang sangat berbeda, namun keduanya bersumber dari hukum klasik.
Keterkaitan ini lah yang kemudian membuat ekonomi Islam tidak dapat dilepaskan dari aspek hukum. dan aspek hukum dalam Islam juga memilki dimensi ekonomi dalam pembahasannya. Hal ini dapat dipahami karena hukum dalam Islam memilliki nilai yang menjelaskan semua aspek yang ada.
Berikut tabel yang menjelaskan Islam sebagai way of live yang di dalamnya juga mengulas mengenai aspek ekonomi dalam bahasannya:
Dalam tabel tersebut dijelaskan bahwa, ekonomi merupakan satu bagian atau sub sistem dalam Islam yang bersifat komprehensif, maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian agama Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja: karena Islam itu agama aqidah, akhlak, dan syari’ah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepaskan apalagi dilepaskan dari keterikatan dan keterkaitannya dengan aqidah, akhlak dan hukum.
Maka dari itu bangunan ekonomi Islam harus tetap diletakkan di atas asas-asas aqidah dan asas-asas moral, akhlaqiyyah.

D. Aspek Ekonomi Dalam Hukum Islam
Setelah mengkaji ekonomi Islam dilihat dari hukum Islam, maka di bawah ini akan diulas kajian hukum dalam Islam yang berkaitan dengan aspek ekonomi.
Setelah kita cermati beberapa karya ulama’ fiqh yang menempatkan hubungan antara ibadah dan mu’amalah begitu eratnya bahkan kajian mu’amalah hampir dan selalu ditempatkan setelah pembahasan ibadah, hal ini mengindikasikan bahwa aturan terkait ibadah berpengaruh kepada aspek mu’amalah.
Kecenderungan ini dapat dilihat dari berbagai ajaran berkaitan dengan ibadah dan hukum Islam lainnya yang memiliki aspek dan nilai ekonomi. Seperti halnya zakat yang berkaitan tentang pemberian harta kepada yang berhak, hukum munakahat yang berimplikasi kepada pemenuhan nafkah, hukum waris yang di dalamnya terdapat wasiat dan tirkah, hukum mu’amalah maliyah yang terkait dengan jual beli, sewa, gadai dan lain sebagainya. Hukum yang terkait akad, perikatan, pidana juga memiliki aspek ekonomi seperti adanya diyat, kafarat dan lain sebagainya. Dalam ajaran menunaikan haji juga memiliki aspek ekonomi yaitu bagi yang mampu secara lahir dan batin, lahir termasuk di dalamnya adalah ekonomi (mampu).
Maka dapat dijelaskan di sini, bahwa terdapat hubungan yang erat antara aspek hukum dan ekonomi dalam Islam.

E. Pentingnya Regulasi Hukum Islam Terkait Ekonomi Menjadi Hukum Positif
Hal penting dalam memahami pendapat-pendapat hukum Islam adalah bahwa hukum Islam merupakan penentu legalitas sekaligus baik dan buruk (normatif).
Dan untuk menunjang berjalannya suatu peraturan atau sistem, maka perlu ditetapkannya suatu peraturan yang dapat dijadikan landasan berpijak melakukan suatu aktifitas usaha.
Terlebih lagi beberapa permasalahan masih sering dimunculkan oleh sebagian masyarakat terutama oleh para pelaku ekonomi, khususnya oleh konsumen (nasabah). Mulai perbedaan antara ekonomi dan keuangan Islam dengan ekonomi dan keuangan konvensional, hingga persoalan-persoalan jaminan hukum dan sebagainya masih sering terlontar atau dilontarkan di tengah-tengah masyarakat ekonomi syari’ah dan masyarakat pada umumnya.
Maka menurut Amin Suma setidaknya keberadaan ekonomi dan keuangan Syari’ah di dunia Islam pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, paling sedikit didasarkan atas 9 alasan: 1. Alasan agama, 2. Alasan sejarah, 3. Alasan penduduk, 4. Alasan politik, 5. Alasan yuridis, 6. Alasan kebutuhan masyarakat, 7. Alasan ekonomi, 8. Alasan demokrasi, 9. Dan alasan akademis.
Terkait alasan yuridis UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. sebagai negara hukum, Indonesia tentu harus menghormati segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau diberlakukan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terutama sebagaimana diatur dan diarahkan oleh UUD 1945 yang menjadi konstitusi negara.
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum perdata misalnya menjelaskan: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain denga sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik. Dari sini lah dapat diketahui bahwa Kitab Hukum Undang-undang Perdata menganut asas kebebasan berkontrak, yang berarti setiap individu anggota masyarakat bebas menbuat atau mengikat perjanjian individu anggota masyarakat lainnya menurut kehendaknya, sepanjang sesuai dengan undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Bahkan lebih dari itu, pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum perdata menegaskan bahwa “perjanjian itu berlaku sebagi undang-undang” bagi mereka yang membuatnya.
Dari sinilah dapat dijelaskan bahwa karena kebebasan individu merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang tidak suatu kekuasaan pun, termasuk kekuasaan negara, berhak mencabutnya. Termasuk tidak berhak untuk mencabut bertransaksi ekonomi berdasarkan syari’at islam.
Terlebih lagi saat ini dapat dijumpai peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang melandasi adanya perlindungan bagi pengembangan ekonomi Islam. Sebagai contoh UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU N0 7 tahun 1992 tentang perbankan disebutkan bahwa bank syari’ah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam menjalankan aktivitasnya, bank syari’ah menganut prinsip-prinsip a. Keadilan, b. Kemitraan, c. Ketentraman, d. Transparansi/keterbukaan, e. Universalitas, f. Tidak ada riba (non usurious), g. Laba yang wajar (legitimate profit).
Pelaksanaan prinsip-prinsip di atas adalah merupakan pembeda utama antara bank syari’ah dan konvensional. Dan dengan demikian, dalam operasinya bank syari’ah mengikuti aturan dan norma Islam seperti yang dijelaskan yaitu: a. Bebas dari bunga (riba),. b. Bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysîr); c. Bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharâr); d. Bebas dari hal-hal; yang rusak atau tidak sah (bathîl); dan e. Hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.
Selain itu terdapat juga UU. No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan penjelasannya, peraturan Bank Indonesia No 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dan penjelasannya.
Dari peraturan perundangan ini lah dunia usaha syari’ah dapat dijalankan dan dikembangkan tanpa adanya kekhawatiran legalitasnya. Maka di sisni aspek hukum (yuridis) memainkan peranan penting dalam menunjang keberhasilan ekonomi syari’ah.

F. Penutup
Dari pembahasan tersebut di atas dapat dijelaskan beberapa kesimpulan sebagai berikut, diantaranya:
1. Bahwa nilai dasar sebuah sistem ekonomi (doktrin ekonomi) akan berakibat pada karakteristik dan kekhasannya masing-masing serta akan sangat berpengaruh terhadap pola aplikasinya. Dari nilai-nilai dasar sistem ini lah bangunan ekonomi dibangun.
2. Dalam menjelaskan keterkaitan aspek hukum dalam ekonomi Islam tidak dapat dilepaskan dari pendekatan yang di pakai yaitu pendekatan hukum, artinya ekonomi Islam digali dari hukum Islam itu sendiri; Hukum Islam yang merupakan perpaduan antara syari’ah (hukum Allah) dan fiqh (pemahaman manusia mengenai hukum tersebut) ke dalam satu istilah menjelaskan ekonomi Islam dalam bidang kajian yang dikupas pada rubu’ muamalat. Dari sini lah dapat diketahui bahwa ekonomi dalam Islam tidak dapat di lepaskan dari hukum Islam itu sendiri.
3. Dalam ajaran Ibadah dan hukum Islam ditemukan adanya aspek dan nilai ekonomi. Seperti zakat yang berkaitan tentang pemberian harta, hukum munakahat yang berimplikasi adanya nafkah, hukum waris yang di dalamnya terdapat wasiat dan tirkah, hukum mu’amalah maliyah yang di dalamnya terdapat jual beli, sewa, gadai dan lain sebagainya. Hukum yang terkait akad, perikatan, pidana juga memiliki aspek ekonomi seperti adanya diyat, kafarat. Haji yang mensyaratkan harus mampu secara materil (harta dan sehat fisik) dan rohani.
4. Pentingnya mengakomodasi dan memasukkan ekonomi Islam sebagai bagian integral undang-undang positif yang berlaku sebagai payung hukum pengembangan ekonomi syari’ah selanjutnya.
Demikian makalah yang dapat diulas, atas kekurangan dan kesalahan pemakalah menyampaikan banyak permohonan maaf dan atas saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini diucapkan banyak terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Kaaf, Abdullah Zaky, Ekonomi Dalam Perspektif islam, (Bandung: Pustaka setia,2002)
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005)
Arif, Muhammad, Towards The Syari’ah Paradigm of Islamic Economic: The Beginning of Scientific Revolution, Journal of Research in Islamic Economics, Vol. 2 No 4 1985
Ash Shadr, Muhammad Baqir, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra, 2008)
Cooter, Robert and Thomas Ulen, Law And Economic, (Massachusets: Adison Wesley Longmen, 2000)
Halim, Abdul, Politik Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: Ciputat Press, 2005)
K. Sen, Amartya, Rational Fool: A Critique of the Behavioral Foundation of Economic Theory, Philosopy and Economic Theory, Edited by Frank Hahn and Martin Hollis, (London: Oxford University Press, 1979)
Khallaf, Abdul wahab, ‘ilm Ushul al-Fiqh (cairo; Dâr al-Kuwaitiyah, 1968)
Musa, Sayyid Muhammad, al-Ijtihad w Mada Hajatina Ilaih Hadza al-Ashar (Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah, tt)
Paul R Gregory dan Robert C Stuar (1981) dan diulas oleh: P3EI ,Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Qardhawi, Yusuf, Peran nilai dan Moral dalam perekonomian Islam (Jakarta:Rabbani Press, 1995)
Rooni, Ahmad dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta: Zikrul, 2008)
Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Jawaban akan kekacauan ekonomi modern (Jakarta: Aqsa Publishing,2007)
Suma, Muhammad Amin, menggali akar mengurai serat ekonomi & Keuangan Islam (Tangerang: Kholam Publishing, 2008)
Vethzal Rivai dkk, Bank and Financial Institution management conventional and shari’a system (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
Vogel, Frank E, Samuel L Hayes, III, Islamic law and Finance, (London: Kluwer law International, 1998)


1.Makalah ini dibuat dan sudah dipresentasikan oleh Habibi Zaman RA pada hari kamis, 02 April 2009 M. Di mohon bagi pembaca yang membutuhkan artikel ini untuk tidak melakukan plagiatisme dengan tidak memberikan sumber referensi dan penulisnya.
2.Cooter, Robert and Thomas Ulen, Law And Economic, (Massachusets: Adison Wesley Longmen, 2000), h 2.
3Al-Qur’an oleh para ulama dibagi menjadi tiga, yaitu: Keyakinan (‘aqidah), perbuatan (amaliyah) dan akhlak (khuluqiyah). ‘Aqidah menjelaskan keimanan, Khuluqiyyah terkait dengan etika sedangkan ‘amaliyah berkaitan dengan aspek-aspek hukum yang muncul dari ungkapan dan perbuatan manusia. Dan dari bahasan ‘amaliyah tersebut dijabarkan ke dalam dua wilayah besar, yaitu ‘Ibadah, yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya. Dan muamalah yang menjelaskan pola hubungan antar sesama manusia. Lihat: Khallaf, Abdul wahab, ‘ilm Ushul al-Fiqh (cairo: Dâr al-Kuwaitiyah, 1968) hal, 32.
[4] Al-Kaaf, Abdullah Zaky, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, (Bandung, Pustaka setia,2002) h, 19
[5] Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005) hal, 3
[6] Lihat K. Sen, Amartya, Rational Fool: A Critique of the Behavioral Foundation of Economic Theory, Philosopy and Economic Theory, Edited by Frank Hahn and Martin Hollis, (London: Oxford University Press, 1979) h, 87
[7] Lihat Qardhawi, Yusuf, Peran nilai dan Moral dalam perekonomian Islam (Jakarta: Rabbani Press, 1995)
[8] Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Jawaban akan kekacauan ekonomi modern (Jakarta: Aqsa Publishing,2007), hal 22
[9] Ash Shadr, Muhammad Baqir, Our Economic terj. yudi, Buku Induk Ekonomi Islam, Iqtishaduna (Jakarta: Zahra, 2008) hal 94
[10] Lihat Arif, Muhammad, Towards The Syari’ah Paradigm of Islamic Economic: The Beginning of Scientific Revolution, Journal of Research in Islamic Economics, Vol. 2 No 4 1985.
[11] Lihat Vogel, Frank E, Samuel L Hayes, III, Islamic law and Finance, (London: Kluwer law International, 1998) hal 32
[12] Di antara kandungan al-Qur’an terdapat ayat-ayat hukum (ayat al-Ahkâm). Mengenai prosentase ayat hukum terjadi perbedaan pendapat dalam mengklasifikasikannya. Menurut al-Ghazali (1058-1111) dan ibnu Qudamah jumlah ayat hukum sebanyak 288, 500 ayat dan 1.100 ayat menurut perhitungan Abu Yusuf (731-998). Lihat Musa, Sayyid Muhammad, al-Ijtihad w Mada Hajatina Ilaih Hadza al-Ashar (Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah, tt) hal, 180. Dalam penelitian Muhammad Abu Zahrah juga disimpulkan bahwa ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an mengandung berbagai aspek, yaitu aspek ibadah, muamalah, pidana (uqubat), hubungan hakim dengan pencari keadilan, hubungan muslim dengan non muslim. Sedangkan khallaf membaginya menjadi; aqidah, akhlak dan amaliyah. Ayat-ayat hukum mengenai ibadah dan muamalah berkisar 368 ayat. Atau lebih kurang 6 persen dari seluruh ayat-ayat al-Qur’an. Jumlah ini sebagai bukti bahwa sangat sedikit ayat-ayat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama manusia, sementara problema kehidupan diberbagai aspek kehidupan jauh lebih banyak dan terus menerus berkembang. Oleh sebab itulah format ayat-ayat hukum sering disampaikan dalam bentuk umum dan global. Lihat Halim, Abdul, Politik Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: Ciputat Press, 2005) hal, 20
[13] Dalam bahasan fiqh beberapa ulama’ membagi pembahasan fiqh pada empat Rubu’, yaitu : rubu’ ‘ibadah, muamalah, munakahat, dan Jinayat. Rubu’ ‘Ibadah menjelaskan berbagai hal yang terkait ibadah. Rubu’ Muamalat menjabarkan hal-hal yang terkait dengan transaksi, harta, kepemilikan, dan lain sebagainya. Rubu’ Munakahat berbicara mengenai persoalan perkawinan. Rubu’ Jinayah berkaitan dengan undang-undang pidana. Kajian fiqh muamalah dapat dilihat pada karya Al-Juaily, Wahbah, al-Muamalah al-Mâliyah al-Mu’asyarah (Beirut: Dâr al-Fikr, 2006)
[14] Vogel, Frank E, Samuel L Hayes, III, Islamic law and Finance, (London: Kluwer law International, 1998) hal 34
[15] Suma, Muhammad Amin, menggali akar mengurai serat ekonomi & Keuangan Islam (Tangerang: Kholam Publishing, 2008) hal 61
[16] Vethzal Rivai dkk, Bank and Financial Institution management conventional and shari’a system (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hal, 759
[17] Suma, Muhammad Amin, menggali akar mengurai serat ekonomi & Keuangan Islam (Tangerang: Kholam Publishing, 2008) hal 349.