Ketika kita memusatkan perhatian bahwa apakah ekonomi dapat membawa sesuatu kepada hukum, kita juga sebaiknya menemukan bahwa hukum membawa sesuatu kepada ekonomi. Analisis ekonomi seringkali mengambil peran untuk dijaminkan pada lembaga hukum (legal institutions) seperti properti dan kontrak, dimana memberi dampak ekonomi.
Al-Qur’an sebagai kitab wahyu bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif) dan abadi (universal) bagi seluruh umat manusia. Al-Quran mengandung prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang fundamental untuk setiap permasalahan manusia, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi yang ada dalam berbagai ayat dalam al-Qur’an dilengkapi dengan sunah melalui berbagai bentuk al-Hadits dan diterangkan lebih rinci oleh para fuqaha dalam bentuk Ijma maupun Qiyas.
Untuk itu dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan bagaimana keterkaitan serta hubungan antara ekonomi dengan hukum dalam Islam yang diawali dengan pembahasan yang berkaitan dengan bagaimana ekonomi dalam berbagai perspektif serta sistem yang melandasinya?, kemudian penjelasan mengenai bagaimana keterkaitan antara aspek hukum dalam ekonomi Islam?, bagaimana keterkaitan antara aspek ekonomi dalam hukum Islam. Dan pentingnya regulasi hukum Islam terkait ekonomi menjadi hukum positif?
Perbandingan Sistem Ekonomi
Paham Ekonomi |
Insentif |
Kepemilikan | Mekanisme Informasi dan koordinasi | Pengambilan Keputusan |
Kapitalisme (pure capitalism) | Material | Mutlak Individual | Mekanisme Pasar | Desentralistik |
Kapitalisme Negara (state capitalism) | Material & norma sosial | Individual atas pengawasan negara | Mekanisme pasar dan negara | Sentralistik dan Desentralistik |
Kapitalisme campuran (mixed capitalism) | Material dan norma sosial | Mutlak individual | Mekanisme pasar dan negara | Sentralistik dan Desentralistik |
Sosialisme (pure sosialism) | Norma sosial | Mutlak negara | Negara | Sentralistik |
Pasar sosialisme (market sosialism) | Material dan norma sosial | Mutlak negara atau komonitas | Mekanisme pasar dan negara | Sentralistik |
Islam | Maslahah (dunia & akhirat) | Individual, sosial dan negara atas dasar maslahah | Mekanisme pasar yang adil | Musyawarah berbasisi maslahah |
C. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Islam
Setelah mengetahui sistem-sistem ekonomi yang berkembang dengan fondasi dasar atau nilai folosif dari masing-masing yang digunakan sebagai acuan, maka lebih khusus di sini akan dijelaskan aspek hukum (legal formal) dan nilai filosofis yang menjadi dasar bagi ekonomi Islam.
Hukum Islam (istilah Indonesia) merupakan istilah yang diambil dari penterjemahan bahasa arab: Syari’ah (hukum Allah) dan fiqh (pemahaman manusia mengenai hukum tersebut) ke dalam satu istilah.
Fiqh berbeda dengan syari’ah karena berupa interpretasi dari hukum Allah yang sesungguhnya. Syari’ah merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul-Nya berkaitan dengan pedoman semua aspek kehidupan manusia untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Ketentuan syari’at tersebut digali dari al-Qur’an dan sunnah nabi SAW. Dan untuk mengimplementasikan syari’ah yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah tersebut maka diperlukan adanya upaya-upaya memahaminya secara mendalam yang kemudian diistilahkan dengan fiqh. Hukum Islam sebagai sinonim fiqih, merupakan norma-norma hukum hasil interpretasi dari syari’ah oleh para ulama’ (mujtahidin).
Karena sebagai hasil pengerahan kemampuan ijtihad para mujtahid. Maka konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah adanya beberapa aliran pemikiran atau madzhab mengenai hukum Islam. Karena itu pengertian hukum Islam tidak terbatas pada teks hukum seperti nash dalam al-Qur’an dan sunnah, tetapi juga mencakup hukum-hukum fiqh ijtihadi sebagai hasil pengembangan al-Qur’an dan Sunnah.
Maka dalam hukum Islam (fiqh). Sumber hukum yang diakui terdiri dari sumber yang mutlak kebenarannya dan sumber yang memungkinkan dilakukannya rekodifikasi yang mengikuti perkembangan zaman. Sumber mutlak terdiri dari Al-Qur’aan. Sunnah, Ijma’ (kesepakatan bersama para ulama dalam memutuskan suatu masalah) dan Qiyas (analogi terhadap masalah sumber hukum yang terdapat dalam al-Qur’an atau Sunnah). Sedangkan sumber yang masih dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat atau pun perbedaan dalam praktek antara lain adalah Istihsan, (pertimbangan kepentingan hukum), maslahah mursalah (pertimbangan kepentingan umum), Istishab (meneruskan hukum yang sudah berjalan sebelum munculnya hukum baru), dan ‘Urf (membiarkan tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’ah). Terkait dengan ekonomi Islam, dalam bahasan fiqh dikenal dengan istilah fiqh muamalah, walaupun cakupan fiqh muamalah memiliki dimensi yang lebih luas namun di dalam fiqh muamalah tersebut dijelaskan tentang aktifitas ekonomi dan berbagai transaksi keuangan. Dan lebih lanjut, untuk mengetahui keterkaitan antara hukum dan ekonomi dalam Islam dapat juga diketahui dengan pendekatan yang dipakai. Terdapat dua pendekatan yang saling mendukung dalam mengembangkan ekonomi Islam. Pertama pendekatan hukum. Yaitu pendekatan melalui hukum Islam atau fiqh yang berupaya mengevaluasi perilaku modern dalam istilah-istilah aturan hukum klasik, seperti yang dijelaskan di atas.
Pendekatan kedua dikenal dengan pendekatan ekonomi Islam itu sendiri. Pendekatan ini adalah pendekatan baru yang berupaya mengembangkan ekonomi alternatif bagi ekonomi barat konvensional yang bersumber dari ajaran Islam. Sebagian besar perhatian ekonomi Islam adalah pengembangan model ekonomi Islam makro, yang berbeda dengan fokus transaksional hukum Islam. Pakar ekonomi Islam biasanya menggali sumber hukum klasik untuk memperoleh sejumlah prinsip Islam fundamental: aturan-aturan hukum umum (seperti larangan bunga pinjaman), aturan-aturan moral umum (seperti penentangan terhadap tindak penipuan atau korupsi; persetujuan dengan pasar; perdagangan dan perniagaan), dan lembaga-lembaga hukum dasar (seperti amil zakat). Walaupun hukum dan ekonomi Islam bekerja melalui cara yang sangat berbeda, namun keduanya bersumber dari hukum klasik. Keterkaitan ini lah yang kemudian membuat ekonomi Islam tidak dapat dilepaskan dari aspek hukum. dan aspek hukum dalam Islam juga memilki dimensi ekonomi dalam pembahasannya. Hal ini dapat dipahami karena hukum dalam Islam memilliki nilai yang menjelaskan semua aspek yang ada.
Berikut tabel yang menjelaskan Islam sebagai way of live yang di dalamnya juga mengulas mengenai aspek ekonomi dalam bahasannya:
Dalam tabel tersebut dijelaskan bahwa, ekonomi merupakan satu bagian atau sub sistem dalam Islam yang bersifat komprehensif, maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian agama Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja: karena Islam itu agama aqidah, akhlak, dan syari’ah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepaskan apalagi dilepaskan dari keterikatan dan keterkaitannya dengan aqidah, akhlak dan hukum.
Maka dari itu bangunan ekonomi Islam harus tetap diletakkan di atas asas-asas aqidah dan asas-asas moral, akhlaqiyyah.
D. Aspek Ekonomi Dalam Hukum Islam
Setelah mengkaji ekonomi Islam dilihat dari hukum Islam, maka di bawah ini akan diulas kajian hukum dalam Islam yang berkaitan dengan aspek ekonomi.
Setelah kita cermati beberapa karya ulama’ fiqh yang menempatkan hubungan antara ibadah dan mu’amalah begitu eratnya bahkan kajian mu’amalah hampir dan selalu ditempatkan setelah pembahasan ibadah, hal ini mengindikasikan bahwa aturan terkait ibadah berpengaruh kepada aspek mu’amalah.
Kecenderungan ini dapat dilihat dari berbagai ajaran berkaitan dengan ibadah dan hukum Islam lainnya yang memiliki aspek dan nilai ekonomi. Seperti halnya zakat yang berkaitan tentang pemberian harta kepada yang berhak, hukum munakahat yang berimplikasi kepada pemenuhan nafkah, hukum waris yang di dalamnya terdapat wasiat dan tirkah, hukum mu’amalah maliyah yang terkait dengan jual beli, sewa, gadai dan lain sebagainya. Hukum yang terkait akad, perikatan, pidana juga memiliki aspek ekonomi seperti adanya diyat, kafarat dan lain sebagainya. Dalam ajaran menunaikan haji juga memiliki aspek ekonomi yaitu bagi yang mampu secara lahir dan batin, lahir termasuk di dalamnya adalah ekonomi (mampu).
Maka dapat dijelaskan di sini, bahwa terdapat hubungan yang erat antara aspek hukum dan ekonomi dalam Islam.
E. Pentingnya Regulasi Hukum Islam Terkait Ekonomi Menjadi Hukum Positif
Hal penting dalam memahami pendapat-pendapat hukum Islam adalah bahwa hukum Islam merupakan penentu legalitas sekaligus baik dan buruk (normatif).
Dan untuk menunjang berjalannya suatu peraturan atau sistem, maka perlu ditetapkannya suatu peraturan yang dapat dijadikan landasan berpijak melakukan suatu aktifitas usaha.
Terlebih lagi beberapa permasalahan masih sering dimunculkan oleh sebagian masyarakat terutama oleh para pelaku ekonomi, khususnya oleh konsumen (nasabah). Mulai perbedaan antara ekonomi dan keuangan Islam dengan ekonomi dan keuangan konvensional, hingga persoalan-persoalan jaminan hukum dan sebagainya masih sering terlontar atau dilontarkan di tengah-tengah masyarakat ekonomi syari’ah dan masyarakat pada umumnya.
Maka menurut Amin Suma setidaknya keberadaan ekonomi dan keuangan Syari’ah di dunia Islam pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, paling sedikit didasarkan atas 9 alasan: 1. Alasan agama, 2. Alasan sejarah, 3. Alasan penduduk, 4. Alasan politik, 5. Alasan yuridis, 6. Alasan kebutuhan masyarakat, 7. Alasan ekonomi, 8. Alasan demokrasi, 9. Dan alasan akademis. Terkait alasan yuridis UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. sebagai negara hukum, Indonesia tentu harus menghormati segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau diberlakukan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terutama sebagaimana diatur dan diarahkan oleh UUD 1945 yang menjadi konstitusi negara.
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum perdata misalnya menjelaskan: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain denga sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik. Dari sini lah dapat diketahui bahwa Kitab Hukum Undang-undang Perdata menganut asas kebebasan berkontrak, yang berarti setiap individu anggota masyarakat bebas menbuat atau mengikat perjanjian individu anggota masyarakat lainnya menurut kehendaknya, sepanjang sesuai dengan undang-undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Bahkan lebih dari itu, pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum perdata menegaskan bahwa “perjanjian itu berlaku sebagi undang-undang” bagi mereka yang membuatnya.
Dari sinilah dapat dijelaskan bahwa karena kebebasan individu merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang tidak suatu kekuasaan pun, termasuk kekuasaan negara, berhak mencabutnya. Termasuk tidak berhak untuk mencabut bertransaksi ekonomi berdasarkan syari’at islam.
Terlebih lagi saat ini dapat dijumpai peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang melandasi adanya perlindungan bagi pengembangan ekonomi Islam. Sebagai contoh UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU N0 7 tahun 1992 tentang perbankan disebutkan bahwa bank syari’ah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam menjalankan aktivitasnya, bank syari’ah menganut prinsip-prinsip a. Keadilan, b. Kemitraan, c. Ketentraman, d. Transparansi/keterbukaan, e. Universalitas, f. Tidak ada riba (non usurious), g. Laba yang wajar (legitimate profit).
Pelaksanaan prinsip-prinsip di atas adalah merupakan pembeda utama antara bank syari’ah dan konvensional. Dan dengan demikian, dalam operasinya bank syari’ah mengikuti aturan dan norma Islam seperti yang dijelaskan yaitu: a. Bebas dari bunga (riba),. b. Bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysîr); c. Bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharâr); d. Bebas dari hal-hal; yang rusak atau tidak sah (bathîl); dan e. Hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Selain itu terdapat juga UU. No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan penjelasannya, peraturan Bank Indonesia No 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dan penjelasannya.
Dari peraturan perundangan ini lah dunia usaha syari’ah dapat dijalankan dan dikembangkan tanpa adanya kekhawatiran legalitasnya. Maka di sisni aspek hukum (yuridis) memainkan peranan penting dalam menunjang keberhasilan ekonomi syari’ah.
F. Penutup
Dari pembahasan tersebut di atas dapat dijelaskan beberapa kesimpulan sebagai berikut, diantaranya:
1. Bahwa nilai dasar sebuah sistem ekonomi (doktrin ekonomi) akan berakibat pada karakteristik dan kekhasannya masing-masing serta akan sangat berpengaruh terhadap pola aplikasinya. Dari nilai-nilai dasar sistem ini lah bangunan ekonomi dibangun.
2. Dalam menjelaskan keterkaitan aspek hukum dalam ekonomi Islam tidak dapat dilepaskan dari pendekatan yang di pakai yaitu pendekatan hukum, artinya ekonomi Islam digali dari hukum Islam itu sendiri; Hukum Islam yang merupakan perpaduan antara syari’ah (hukum Allah) dan fiqh (pemahaman manusia mengenai hukum tersebut) ke dalam satu istilah menjelaskan ekonomi Islam dalam bidang kajian yang dikupas pada rubu’ muamalat. Dari sini lah dapat diketahui bahwa ekonomi dalam Islam tidak dapat di lepaskan dari hukum Islam itu sendiri.
3. Dalam ajaran Ibadah dan hukum Islam ditemukan adanya aspek dan nilai ekonomi. Seperti zakat yang berkaitan tentang pemberian harta, hukum munakahat yang berimplikasi adanya nafkah, hukum waris yang di dalamnya terdapat wasiat dan tirkah, hukum mu’amalah maliyah yang di dalamnya terdapat jual beli, sewa, gadai dan lain sebagainya. Hukum yang terkait akad, perikatan, pidana juga memiliki aspek ekonomi seperti adanya diyat, kafarat. Haji yang mensyaratkan harus mampu secara materil (harta dan sehat fisik) dan rohani.
4. Pentingnya mengakomodasi dan memasukkan ekonomi Islam sebagai bagian integral undang-undang positif yang berlaku sebagai payung hukum pengembangan ekonomi syari’ah selanjutnya.
Demikian makalah yang dapat diulas, atas kekurangan dan kesalahan pemakalah menyampaikan banyak permohonan maaf dan atas saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini diucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kaaf, Abdullah Zaky, Ekonomi Dalam Perspektif islam, (Bandung: Pustaka setia,2002)
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005)
Arif, Muhammad, Towards The Syari’ah Paradigm of Islamic Economic: The Beginning of Scientific Revolution, Journal of Research in Islamic Economics, Vol. 2 No 4 1985
Ash Shadr, Muhammad Baqir, Buku Induk Ekonomi Islam Iqtishaduna (Jakarta: Zahra, 2008)
Cooter, Robert and Thomas Ulen, Law And Economic, (Massachusets: Adison Wesley Longmen, 2000)
Halim, Abdul, Politik Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: Ciputat Press, 2005)
K. Sen, Amartya, Rational Fool: A Critique of the Behavioral Foundation of Economic Theory, Philosopy and Economic Theory, Edited by Frank Hahn and Martin Hollis, (London: Oxford University Press, 1979)
Khallaf, Abdul wahab, ‘ilm Ushul al-Fiqh (cairo; Dâr al-Kuwaitiyah, 1968)
Musa, Sayyid Muhammad, al-Ijtihad w Mada Hajatina Ilaih Hadza al-Ashar (Mesir: Dar al-Kutub al-Haditsah, tt)
Paul R Gregory dan Robert C Stuar (1981) dan diulas oleh: P3EI ,Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Qardhawi, Yusuf, Peran nilai dan Moral dalam perekonomian Islam (Jakarta:Rabbani Press, 1995)
Rooni, Ahmad dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syari’ah (Jakarta: Zikrul, 2008)
Sakti, Ali, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Jawaban akan kekacauan ekonomi modern (Jakarta: Aqsa Publishing,2007)
Suma, Muhammad Amin, menggali akar mengurai serat ekonomi & Keuangan Islam (Tangerang: Kholam Publishing, 2008)
Vethzal Rivai dkk, Bank and Financial Institution management conventional and shari’a system (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
Vogel, Frank E, Samuel L Hayes, III, Islamic law and Finance, (London: Kluwer law International, 1998)